Sabtu, 25 November 2017

HUKUM MEMAKAI PERHIASAN BAGI LAKI-LAKI

A.  PERHIASAN BAGI LAKI LAKI

 
Hiasan lelaki muslim hanyalah dua yaitu  cincin dan isteriGelang dan kalung bukanlah jenis perhiasan lelaki dalam islam. Lelaki haram memakai kalung dan gelang tangan ataupun aksesoris sejenisnya.Dalam mazhab Syafi'iy (Fiqh alManhaji) menegaskan haram hukumnya berdasarkan hadis Bukhari (no 5546). 

“Dari Ibn Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki.” 

Fiqh as Syafi'iy berpendapat haram hukumnya lelaki menyerupai wanita dalam berpakaian dan perhiasan seperti mengenakan anting-anting, loket, kalung, dan gelang tangan. Juga diharamkan peniruan dalam bentuk percakapan dan lenggang-lengguk kecuali itu adalah asal kejadiannya (khunsa sahaja). 

أن النبي -صلى الله عليه وسلم- رأى رجلا في يده حلقة من صفر فقال: ما هذه? قال: من الواهنة، قال: انزعها فإنها لا تزيدك إلا وهنًا، فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدًا
"Bahawasanya Nabi SAW telah melihat seorang lelaki di tangannya ada gelang daripada tembaga, Nabi SAW bertanya : "Apakah ini ?" Orang itu menjawab: "ianya daripada al-Wahinah (penyembuh/penangkal dari sakit). "Sabda Nabi SAW : "Tanggalkanlah segera, sesungguhnya dia tidak menambahkan kepadamu melainkan kelemahan, sesungguhnya jika kamu mati dan gelang itu ada padamu, kamu tidak akan berjaya selama-lamanya." (Sahih Imam Ahmad). 

Al-Ustaz Muhammad Sa’di (Penyelidik laman Islam-online) dan DR. MAZA ketika ditanya tentang hukum memakai gelang tujuan pengobatan, apakah dibenarkan atau ia termasuk di dalam syirik, beliau menjawab : 

“Jika terbukti kemanfaatan gelang tersebut sebagai pengobatan, maka perbuatan itu tidak mengapa, namun jika tidak ada padanya sebuah manfaat, maka jangan dipakaikan karena itu termasuk dalam memakai jimat (syirik/menyekutukan Allah).”

Kesimpulannya :

1. Haram bagi lelaki memakai emas (dan juga campuran ataupun bahan lain yang berwarna kuning). Ali bin Abu Talib r.a. berkata:”Rasulullah SAW mengambil sutera, ia letakkan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudian diletakkan di sebelah kirinya, lantas ia berkata : Kedua ini haram buat orang laki-laki dari umatku.”(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah). 

2. Bagi benda-benda lain (gelang dan kalung), sekiranya memakai itu untuk meniru perempuan atau meniru pakaian keagamaan agama lain (seperti gelang yang dipakai oleh Hindu) juga haram, dan sekiranya untuk azimat adalah syirik. 

3. Sabda Rasulullah SAW; "Apa saja yang dihalalkan Allah didalam KitabNya, maka ia adalah halal dan apa saja yang diharamkanNya, maka ia pula adalah haram. Dan apa saja yang didiamkanNya, maka ia itu dimaafkan. Dan terimalah ke-maaf-an-Nya itu daripada Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa barang sedikit pun." Kemudian Rasullulah SAW. membaca firmanNya : 

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
Dan tiadalah Tuhanmu itu akan lupa. (Surah Mariyam, Ayat 64) (Riwayat Hakim). 

Hadist lainnya tentang bahan kandungan cincin
Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dia berkata : 

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ شَبَهٍ فَقَالَ لَهُ مَا لِي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ الْأَصْنَامِ فَطَرَحَهُ ثُمَّ جَاءَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ مَا لِي أَرَى عَلَيْكَ حِلْيَةَ أَهْلِ النَّارِ فَطَرَحَهُ 

“Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cincin terbuat dari kuningan. Lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya mencium darimu aroma berhala ?” lalu dia membuangnya. Kemudian datang kepadanya yang memakai cincin dari besi, lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya melihatmu memakai perhiasan penduduk neraka ?” lalu dia membuangnya. (HR. Abu Daud No. 4223. An Nasa’i No. 5159, lafaz ini milik Abu Daud).
Imam Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan : 

ولا اكره للرجل لبس اللؤلؤ إلا للادب وأنه من زى النساء لا للتحريم ولا أكره لبس ياقوت ولا زبرجد إلا من جهة السرف أو الخيلاء 

“Saya tidak memakruhkan bagi laki-laki yang memakai mutiara, kecuali karena adab saja sebab itu merupakan hiasan wanita, tidak menunjukkan haram. Dan saya tidak memakruhkan memakai yaqut (ruby) dan permata, kecuali jika berlebihan dan sombong.” (Al Umm, 1/254. Darul Fikr). 

Imam Asy Syaukani juga menyatakan kebolehannya, menurutnya tidak ada satu pun hadits shahih tentang pengharaman cincin perak, dan beliau (saw) juga menyebutkan “Tetapi hendaknya kalian memakai perak maka bermainlah dengannya sesuai selera,” sebagai penguat kebolehannya. (Nailul Authar, 1/67. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah).

B.AKIBAT JIKA LAKI LAKI MEMAKAI PERHIASAN EMAS MENURUT PENELITIAN ILMIAH

 
Mengapa laki-laki dilarang menggunakan emas? Hal baru terungkap baru-baru ini saja. Sedangkan Islam sudah menetapkan hukumnya ratusan tahun yang lalu. Subhanallah, sungguh Allah Maha Mengetahui.
Atom pada emas mampu menembus ke dalam kulit melalui pori-pori dan masuk ke dalam darah manusia. Jika seorang pria mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam kadar yang melebihi batas (dikenal dengan sebutan migrasi emas). Apabila ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka atom dalam darah ini akan sampai ke otak dan memicu penyakit alzheimer.
Alzheimer adalah suatu penyakit yang membuat penderitanya kehilangan semua kemampuan mental dan fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil. Alzheimer bukan penuaan normal, tetapi merupakan penuaan paksaan atau terpaksa.
Mengapa Islam memperbolehkan wanita untuk mengenakan emas? Di antara hikmahnya ditinjau dari sisi medis, wanita tidak menderita masalah ini. Setiap bulan, partikel berbahaya tersebut keluar dari tubuh wanita melalui menstruasi.

HUKUM PACARAN DALAM ISLAM

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Hasil gambar untuk pacaran
Segala puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Adalah suatu hal yang telah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah[1].
Inilah mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu yang sudah jelas keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran.
Berkaitan dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,
Larangan mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal ini,
Barangsiapa yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang dilarang[2].
Hal senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir Jalalain demikian juga Asy Syaukanirahimahullah- namun Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran[3]. Bahkan diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaiminrahimahullah-,termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak”[4]. Dari penjelasan para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk mendekatinya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita katakan kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]
Dalam hadits yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera[6].
Maka jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian jika ada yang mengatakan kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal?
Maka kita katakan pada orang yang beralasan demikian dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah [9] : 128).
Kata حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’dirahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka, bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan[7]. Dengan demikian ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi umatnya…”.[8]
Maka hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada kita  cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ??!!!
Kalau seandainya yang demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.[9]
Maka renungkan wahai saudaraku
apakah lebih layak orang –bukan suami istri­­– yang tidak sedang dalam keadaan beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang aku larang maka jauhilah[10]
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang sedikit ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang masih melakukannya dan bagi kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.


Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah 1430/11 Juni 2009.


Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
Yang selalu mengharap ampunan Robbnya

Sumber :  https://alhijroh.com/adab-akhlak/siapa-bilang-pacaran-haram/

Pengertian Ukhuwah , Husnudzon , Mujahadah an Nafs


Hasil gambar untuk ukhuwah

  UKHUWAH

A. Pengertian Ukhuwah
 

Ukhuwah bisa diartikan sebagai “persaudaraan”. 
Ukhuwah diartikan sebagai “ setiap persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan “.
Secara majazi kata ukhuwah mencakup persamaan salah satu unsur seperi suku, agama, profesi dan perasaan.
Dalam kamus-kamus bahasa arab ditemukan bahwa kata “akh” yang membentuk kata ukhuwah digunakan juga dengan arti “teman akrab atau sahabat”.
B. Macam-macam Ukhuwah

1.UkhuwahUbudiyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah SWT. Seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini bersaudara dalam arti memiliki kesamaan dalam beribadah kepada Allah SWT. (Q.S Al-An’am [6] : 3)
2.Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh ummat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. (Q.,S Al-Hujurat [49] : 12)
3.Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasb, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. (Q.S Al-A’raf [7] : 65)
4.Ukhuwah dalam agama islam, yaitu persaudaraan antara sesama muslim. (Q.S Al-Ahzab [33] : 5)  

C. Dalil Ukhuwah
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S Al-Hujurat [49] : 10)
Isi dan Kandungan Ayat 
- Ayat ini merupakan rangkaian ayat akhlak yang harus menjadi landasan dalam menata keluarga dan masyarakat
- Semua orang beriman itu bersaudara.
- Ukhuwah islamiyah harus dijalin secara kokoh dan kuat sehingga pihak lain akan segan atau gentar menghadapi ummat islam
- Ukhuwah islamiyah tidak bersifat sempit, tapi luas tanpa ada batas negara
D. Hukum Tajwid 
 
  Rasulullah SAW bersabda
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“ Orang yang memutuskan hubungan (silaturahmi) tidak akan masuk surga “ (H.R Bukhari)
 Kandungan hadits :
- Keharusan untuk menjalin hubungan silaturahmi dalam lingkup yang kecil atau yang lebih besar
- Berperan aktif mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, bertengkar atau berselisih
- Berikhtiar semaksimal mungkin agar tidak menjadi pelaku atau biang keonaran atau perselisihan. 
Hasil gambar untuk husnudzon 
         

        HUSNUDZAN

         A.Pengertian 
               Secara bahasa kata “husnudzan“ berasal dari bahasa arab yang terdiri dari 2 kata, yang pertama kata “husnu” dan yang keduanya “adz-dzan”. “husnu” mengandung arti “baik”, dan “adz-dzan” artinya “dugaan atau prasangka
     Husnudzan adalah sikap atau keadaan jiwa yang berprasangka baik atau positif thinking
 
 
B. Macam-macam Husnudzan 
1.Husnudzan kepada Allah SWT (Q.S Al-Baqarah {2} : 216). Husnudzan ini dengan cara :
- Senantiasa ta’at dan patuh terhadap perintah Allah SWT
- Bersyukur apabila mendapatkan keni’matan.
- Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan.
- Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan.
 
2.Husnudzan kepada diri sendiri, dengan cara :
- Percaya diri
- Gigih
- Berinisiatif
 
3.Husnudzan kepada orang lain atau sesama manusia, dengan cara :
- Senang berteman dengan orang lain
- Berpikir positif terhadap orang lain
- Hormat kepada orang lain
- Tidak ada perasaan curiga terhadap orang lain
 
C. Dalil Al-Qur'an tentang Husnudzan
بسم الله الرحمن الرحيم
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang  (Q.S Al-Hujurat [49] : 12)
Isi dan kandungan ayat
- Ayat ini mengajarkan umat islam agar memiliki akhlak yang baik, yakni akhlak kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan kepada sesama umat (muslim maupun non muslim), dan akhlak kepada lingkungan
- Akhlak bertujuan untuk menyucikan hati atau jiwa
- Salah satu akhlak tercela yang harus dihindari adalah prasangka buruk (su’udzan)
- Menggunjing juga akhlak tercela yang harus dihindari
- Gibah dan Tajassus juga adalah akhlak yang dilarang.
Sabda Nabi Muhammad SAW
قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلاَ تَجَسَّسُوا» (رواه البخارى ومسلم)
Hati-hati kalian dari dzan / prasangka, karena dzan / prasangka itu adalah ucapan paling dusta, dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian “ (H.R Bukhari Muslim)
D. Hikmah Husnudzan
- Senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba (dirinya).
- Selalu bersikap khouf (takut) dan raja’ (berhadap) kepada Allah
- Akan selalu optimis dan tidak berkeluh kesah serta tidak berputus asa.
- Akal fikiran akan selalu jernih dan terjauhkan dari akal fikiran kotor atau negatif.
- Terjauh atau terhindar dari permusuhan dengan orang lain dan lebih dapat mempererat tali silaturahmi atau pertemanan
- Tentunya dengan husnudzan ini, pelakunya akan disayangi oleh Allah SWT, Rasul-Nya dan orang lain 
 
Hasil gambar untuk mujahadah an nafs              

                 MUJAHADAH AN-NAFS  

                    A. Pengertian Mujahadah an-nafs 
Secara bahasa mujahadah artinya bersungguh-sungguh, sedangkan an-nafs artinya jiwa, nafsu, diri.

žJadi mujahadah an-nafs artinya perjuangan sungguh-sungguh melawan hawa nafsu atau bersungguh-sungguh menghindari perbuatan yang melanggar hukum-hukum Allah SWT.
            B. žMacam-macam Nafsu
               Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi tiga, yaitu :
 
1) Nafsu Ammarah, yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan (QS Yusuf [12] ayat 53)
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
“ dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan ” (Q.S Yusuf [12] : 53)
2) Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk (QS Al-Qiyamah [75] ayat 2)
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri) “           (Q.S Al-Qiyamah [75] : 2) 
3) žNafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang (QS Al-Fajr [89] ayat 27-28)
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28)
Hai jiwa yang tenang Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya “ (Q.S Al-Fajr [89] : 27-28) 
C. Dalil tentang Mujahadah an-nafs
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ   وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 72)
“ Sesungguuhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (tetapi) jika mereka meminta pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah SWT Maha Melihat apa yang kamu kerjakan “ (Q.S Al-Anfal : 72) 
Isi & Kandungan ayat
- Jalinan kasih sayang harus senantiasa saling melindungi antar kaum muslim
- Sesama orang beriman harus saling membantu, menolong dan memperkuat, terutama saat menghadapi musibah dan kesulitan.
- Perlu kesungguhan bagi setiap muslim untuk bersama-sama memikul beban berat perjuangan.
ž- Keberhasilan dan kesusksesan sangat dipengaruhi komitmen yang tinggi, ikhtiar yang sungguh-sungguh dan kebersamaan dalam merasakan suka dan duka
- Perlunya umat melakukan hijrah di saat menghadapi situasi dan kondisi yang serba tidak menentu. 
Sabda Rasulullah SAW
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“ Rasulullah SAW bersabda : Bukanlah orang kuat itu yang (biasa menang) saat bertarung/bergulat, tetapi orang kuat itu adalah yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah “ (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad) 
Makna dan kandungan hadits 
-Pengertian kuat dalam islam bukan yang selalu menang daat bertarung, berkelahi atau bergulat
-Pentingnya kontrol atau mawas diri ketika meniti kehidupan.
ž-Kemenangan dan keberhasilan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang mampu mengendalikan dirinya, meredam hawa nafsunya saat marah, dan selalu meningkatkan kesabaran saat ditimpa musibah, masalah, dan duka nestapa.
9 Contoh Kegiatan dalam mempraktekan Mujahadah an-nafs
1.Menunaikan shalat 5 waktu tepat pada waktunya
2.Menunaikan shalat berjama’ah sesering mungkin
3.Mendirikan shalat dengan khusyuk
4.Berbuat baik kepada orang tua, baik yang masih hidup atau sudah meninggal
5.Menjadi rahmat di lingkungan sosial
6.Membersihkan hati dari rasa sombong, ria, dendam, dan dengki
7.Memelihara lisan dari perkataan bohong, guningan, dan berbantah-bantahan.
8.Membersihkan usaha dan makanan dari yang haram
9.Bertaubat kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taubat 
 
 
Sumber :  http://kurindurosul.blogspot.co.id/2016/11/bab-i-mujahadah-nafs-husnudzan-dan_20.html


KEJUJURAN MEMBAWA BERKAH


Lies or TRUTH
  Dalam bahasa Arab, kata jujur  semakna dengan “as-sidqu” atau “siddiq” yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kazibu”. Secara istilah, jujur atau as-sidqu bermakna:
(1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;
(2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan;
 (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan
(4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.

   Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu degan sesungguhnya  dan apa adanya, tidak di tambahi ataupun tidak dikurangi. Sifat jujur ini harus dimiliki oleh setiap manusia, karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip dasar dari cerminan akhlak seseorang. Jujur juga dapat menjadi cerminan dari kepribadian seseorang bahkan kepribadian bangsa. Oleh sebab itulah kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.

Pembagian Sifat Jujur. Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut. 1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. 2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini. 3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff:2-3)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.

Pembagian Sifat Jujur. Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut. 1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. 2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini. 3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff:2-3)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Pembagian Sifat Jujur. Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut. 1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. 2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini. 3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff:2-3)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Pembagian Sifat Jujur. Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut. 1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. 2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini. 3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff:2-3)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.

 Macam macam sifat jujur :

Pembagian Sifat Jujur. Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut. 1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. 2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini. 3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff:2-3)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.Macam-Macam Jujur
     1.Jujur dalam niat dan kehendak. 
Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta.

    2.Jujur dalam ucapan.

Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.

    3.Jujur dalam tekad dan memenuhi janji.

Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta.

Dalil dalil tentang sifat jujur  :

 1. Surah At-Taubah ayat 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah SWT, dan hendaklah bersama orang-orang yang benar.
 Dari ayat tersebut Allah menganjurkan kita agar selalu berbuat benar, berkata benar dan juga selalu bersama dengan orang yang benar perkataan dan perbuatannya.
2. Surah Az-Zumar ayat 33
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Nabi Muhammad) dan membenarkannya, maka mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Allah akan mengangkat orang yang bertakwa kepada-Nya, yakni yang mengerjakan yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Karena itu jujur merupakan sikap terpuji yang dianjurkan oleh Allah SWT.
 
3. Surat An-Nahl ayat 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya yang mengadakan kebohongan ialah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka adalah orang yang pendusta.”
Umat Islam memiliki kitab suci Al-Quran dan sudah sepatutnya kita menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam hidup, karena itulah kita harus percaya pada ayat Al-Quran termasuk ayat yang menganjurkan kita untuk selalu bersikap jujur dan tidak berdusta.
4. Surat Az-Zumar ayat 60
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ
“Dan pada hari kiamat, kalian akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah yakni mereka mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu terdapat orang-orang yang menyombongkan diri.”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa orang yang berbuat bohong atau tidak jujur maka ia adalah penghuni neraka dan mereka akan memiliki wajah hitam di akhirat kelak.
5. Surat Ibrahim ayat 27
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan yang berbuat apa yang dikehendakinya.”
 Dijelaskan dari ayat tersebut bahwa orang yang bersikap semaunya dan tidak jujur maka ia akan menjadi orang yang sesat. 

 Cara membiasakan dan menanamkan diri agar selalu jujur

Menerapakan sikap jujur memang sulit tetapi itu telah menjadi tuntutan hidup, agar selalu berada dijalan yang benar, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT. Adapun beberapa cara agar selalu bersikap jujur.
“Carilah teman yang jujur dan hindari teman yang buruk. Carilah lingkungan yang jujur dan hindari lingkungan yang buruk. Ingat selalu dampak buruk dari ketidakjujuran. Ingat kepada Allah”
Teman memang tak selalu di dekat kita. Tetapi teman bisa mempengaruhi sikap dan kepribadian kita. Seorang teman juga memegang faktor penting dalam menjaga sikap. Jika teman kita baik, maka secara tidak langsung kita terpengaruh oleh sikapnya yang baik. Bahkan teman yang baik tersebut akan mendorong kearah perilaku yang baik. Jika kita berbuat kejelakan dihadapan seorang teman yang baik tentunya kita akan merasa malu.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.”
Dengan hidup dilingkungan masyarakat yang baik dan kondusif, juga akan memberikan kita suatu sikap hidup yang menuntut untuk selalu bersikap jujur. Selalu mengingat dampak yang timbul disetiap perbuatan, tentunya kita akan selalu berhati-hati dalam bertindak. Disetiap langkah kaki, disetiap gapaian tangan pasti ada resiko yang menghadang. Entah itu kecil atau besar. Yang terakhir dan yang terpenting ialah kita selalu mengingat kepada Allah SWT. Dengan begitu kita selalu berpikir panjang saat ingin melakukan tindakan yang ada dampak positif maupun negatif. Beberapa dasar.
“Jujurlah kalian dan berpeganglah selalu dengan kejujuran, niscaya kalian termasuk orang-orang yang jujur dan akan selamat dari kebinasaan, serta Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan kelapangan dan jalan keluar dalam berbagai urusan kalian”

 

 Contoh perilaku jujur dalam kehidupan sehari hari

Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman:

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.

Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman:

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/11/pengertian-jujur-dan-macam-macamnya.html
Terima kasih sudah berkunjung.

 Berperilaku jujur dapat dilakukan di rumah , di sekolah dan di masyarakat.
  1.  Contoh sikap di jujur di rumah :
  • Tidak berbohong kepada ayah dan ibu.
  • Mengakui kesalahan dan meminta maaf.
  • Meminta ijin kepada ayah dan ibu jika keluar rumah.
  • Selalu berkata jujur.
    2.   Contoh sikap di jujur di sekolah :
  • Bertanya kepada guru jika belum mengerti.
  • Tidak menyontek saat ulangan.
  • Meminta ijin jika memakai barang milik teman.
  • Tidak berbohong kepada guru dan teman.
    3.   Contoh sikap di jujur di masyarakat :
  • Mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya.
  • Tidak berlaku curang saat bermain.
  • Jika berjanji harus ditepati.
  • Tidak mengambil barang milik tetangga. 
Dan , ada hadits yang menyebutkan yaitu :
 
"Hendaklah kamu selalu jujur , karena kejujuran dapat menunjukkan kepada kebaikan , sedangkan kebaikan itu menunjukkan surga" (HR Bukhari Muslim) 

 

 Manfaat perilaku jujur dalam kehidupan sehari hari 

Sikap jujur merupakan sikap terpuji yang tentunya banyak sekali manfaatnya apabila kita bisa membiasakan diri dengan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Memang sulit tetapi dengan sikap jujur kita mudah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berikut ini beberapa mamfaat, apabila kita bisa bersikap jujur:
1.      Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tak merasa di bebani. Maksudnya bila kita jujur tentunya tidak ada kebohongan yang harus di tutup-tutupi. Dalam hal lisan secara otomatis dapat berbicara tanpa ada larangan atau pantangan yang harus dibicarakan dan bisa mengungkapkan kata-kata secara leluasa dan mencritakan segala yang terjadi. Sedangkan dalam hal perbuatan tidak ada yang harus disembunyi-sembunyikan. Secara leluasa dapat bebas melakukan sesuatu tanpa takut ketahuan oleh siapapun.
2.      Timbul rasa percaya diri pada diri sendiri. Merasa optimis mampu melakukan sesuatunya tanpa ada rasa ragu dalam benak dengan dasar-dasar yang kuat walaupun hasil yang tidak memuaskan. Segala apapun, apabila dilakukan dengan rasa percaya diri akan terasa senang karena dapat sebagai ukuran kemampuaannya. Tentunya dimasa yang akan datang akan sangat mempengaruhi dalam kehidupan di dalam banyak hal, mulai dari pekerjaan, hubungan keluarga, hubungan masyarakat, hubungan pertemanan dan banyak lagi.
3.      Bersikap jujur dalam kehidupan masyarakat tentunya akan banyak membawa dampak positif. Misal saja jika kita jujur dalam hal pemilu pasti akan tidak ada lagi yang suap menyuap. Fakta dalam masyarakat kalau ada pemilihan pemimpin baru, entah itu Presiden atau Gubernur atau Bupati hingga sampai pemilihan ketua RTpun banyak yang melakukan suap agar memenangkan dalam pemilihan. Bahkan yang menerima itu termasuk sama dengan yang menyuap. Karena dengan menerima suap tadi, maka dengan terpaksa harus memilih yang sudah diperintahkan orang yang meyuap, dan bukan dari hati nurani sendiri.
4.      Dampak sikap jujur dalam keluarga tentunya membuat anggota keluarga tersebut menjadi nyaman, karena antar keluarga dapat berinteraksi tanpa beban dan saling membantu apabila ada maslah dalam satu pihak keluarga.
5.      Bagi seorang pelajar tentunya mempunyai angan-angan untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang enak tetepi dapat menghasilkan uang banyak. Nah, dengan mempunyai perilaku yang jujur tentunya akan mempermudah untuk mendapatkan dan lebih-lebih menciptakan sebuah pekerjaan yang di inginkan. Hal ini dikarenakan seseorang yang mempunyai sikap jujur maka ia akan mudah mengerti jika diberikan sebuah persoalan-persolan yang ditugaskannya kepada seseorang tersebut. Kemungkinan besar akan mempermudah menyelesaikan tugas-tugasnya dan cepat tanggap dengan segala masalah-masalah yang menghadang.
6.      Pada diri pribadi akan timbul sikap yang tidak selalu bergantung pada orang lain. Akan hidup mandiri.
7.      “Melaksanakan ajaran yang mulia dari agama dan budaya luhur yang dianut oleh bangsa manapun. Akan dihormati oleh sesama manusia, karena semua orang menghargai kejujuran yang sejati. Sang generasi akan berani melawan kemungkaran, karena merasa benar atau tidak bersalah, dengan batinnya yang bening”(1)
8.      “Kejujuran membawa pelakunya bersikap berani, karena ia kokoh tidak lentur, dan karena ia berpegang teguh tidak ragu-ragu. Karena itu disebutkan dalam salah satu definisi jujur adalah: berkata benar di tempat yang membinasakan”(2)
9.      Dengan berkikap meupun bersifat jujur tentunya Allah SWT akan member balasan yang tak terkira oleh kita.

 Kesimpulan 

        Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap jujur, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan kita? Itu pernyataan yang akan timbul 

 "Lebih baik jujur walaupun pahit"

Sumber : http://gigihsetiawan45.blogspot.co.id/